Rabu, 27 Mei 2015

“Kesalku Tersangkut Dalam Hati”


“Kesalku Tersangkut Dalam Hati”
Oleh: M. Jandi al-farisi
Mei, 27 2015

Sesuai dengan agenda hari ini yang tertera dalam White Board, aku hendak mengunjungi seminar kepenulisan di UNPAD jatinangor di salah satu fakultas pertanian “GERAKAN FAPERTA MENULIS”. aku bisa mengetahui ada acara ini dari salah satu teman sekelasku yang menmberitahuku jauh-jauh hari. Pagi tiba aku pun bergegas menuju daerah jatinganor dengan mengendarai angkot hijau, sebenarnya kondisi kesehatan ku agak terganngu, namun aku paksakan menghadiri acara tersebut. Dan jika aku batalkan aku merasa tidak enak oleh temanku, setidaknya aku berusaha menepati janji. Semenjak dalam kendaraan penyakit yang aku derita sudah mulai terasa kambuh dan mulai menjalar kamana-mana, namun aku berusaha menahan semuanya. Sedikit terobati sakit ini dengan bertemunya aku dengan salah satu penulis kondang indonesia yaitu Tere Liye. Bangga rasanya aku bisa berjumpa denganya, karena selama ini aku hanya bisa mengetahui beliau lewat karya-kryanya saja. Dan kali ini mata ku bisa melihantnya secara jelas.
Kutahan rasa sakit dengan menyembunyikannya, aku merasa tidak enak dengan kedua temanku. ada teman baru, Kami berjumpa pada saat seminar tersebut. Hingga menjelang pulang kosan, kondisi kesehatanku semakin melemah, bahkan semakin parah. Karena penyakit ini sudah menjadi langgananku sejak dahulu jadi aku tidak terlalu kaget. Biasanya ada obat terntu yang bisa mengurangi rasa sakit. Namun kali ini sepertinya dewi keberuntungan tidak berpihak padaku, atau Allah sedang memberikan ujian pada ku. Walaupun obat sebagai perantara tetap saja ketentuan ada ditanganya.
Menjelang malam kira-kira pukul 21-00 WIB, kurebahkan tubuh ini dan kutarik selimut demi menutupi sekujur tubuhku dengan tujuan menyembunyikan rasa sakit yang mendera. Karena apa yang aku derita kali ini adalah rasa sakit yang apabila berisik sedikitpun maka kekesalan yang muncul. Kemudian ada hal yang membuat hati dan amarah ini semakin memanas dan membara, itulah kegaduhan. Karena aku tidak mau memberikan kekecewaan terhadap yang lain atas penyakitku ini, bahkan mengganggunya, maka ketika aku bungkus tubuh ini dengan selimut tebal, dalam kondisi pengap, gerah, gaduh, kupejamkan mata ini yang dimana menahan rasa sakit, kuregangkan setaip urat dan tenagaku demi menahannya. tangan yang kugenggamkan perlahan lelah dan tak bertenaga saking lama dan kesalnya perasaan ketika dalam ruangan yang berukuran 2,5 x 2,5 M terdengar suara yang sedikit menggangu ketenangan, bahakan Dalam volume 5 pun jika saat itu sangatlah membuat hati ini kesal bahkan ingin rasanya berteriak dan membludakan rasa sakit ini pada yang lain. Namun aku berusaha menahanya, dan aku tak kuasa memberikan peringatan terhadap sumber yang mengeluarkan suara tersebut. tidak mungkin aku memotong sin yang sedang berlangsung. Nanti tanggung cerintanya.
Sabar memang ada batasanya, lama aku terkulai dalam kekesalan, aku perlahan bangkit dan keluar, ternyata setelah aku beridri dan menatap langit yang cerah berbintang, indah sepertinya dan memang indah. Namun sayang keindahan itu tak sebanding lurus dengan kondisiku yang sedikit kesal dengan keadaan sekitar. Mungkin pelaku yang ada di dunia sekitarku sedang asyik dengan kemubaziran waktunya, yang bisanya hanya memberikan kebisingan, tertawa terbahak-bahak yang tak bermanfaat, dll. Didalam dan diluar ruangan tak ada bedanya. Terkadang aku merasa lelah dengan kondisi lingkunagn ku kali ini. Tapi karena ini adalah tuntutan ku hingga beberapa bulan kedepan lagi jadi terpaksa aku membiasakan diri hidup dalam lingkungan mahasiswa yang banyak kebiasaanya hanya sebatas itu-itu saja. Ya menurutku sayang mereka memanfaatkan waktu dengan sia-sia.
Lama ku berdiri menatap langit cerah, ada inisiatif baru demi mengurangi rasa sakit terpaksa aku pergi mengambil air untuk berkumur. Dengan tujuan dengan aku berlama-lama ada diluar semoga saja keadaan diruangan sudah berhenti dan bioskop ditutup karena jarum jam menunjukan pukul 23-00 wib. Dan ternyata belum juga usai, kucoba memberikan sebuah stimulus, bisa dikatakan tindakan simbolik, sesuai dengan apa yang dipelajari, pasti faham. Ternyata tak berhasil. Kicauan diluar kamarpun tak henti-hentinya dan memang setiap malampun seperti di pasar minggu. Kubujurkan kembali dan kutarik selimut percis apa yang kulakukan kali ini sama dengan yang kulakukan saat awal tadi, kutahan rasa sakit dengan memejamkan mata, kueratkan gengaman, dan aku berusaha untuk tidur dan ternyata itu semua hanya imaji semata. Bagaikan minta hujan saat panas tengah hari, mana mungkin. Kembali aku keluar samapula dengan yang awal ketika aku keluar dengan harapan semoga jika aku keluar simbolik yang keempat ini akan berhasil. Dan ternyata nihil. Kesel juga jadinya, ya tapi apalah daya. Mungkin aku terlalu kejam jika aku menghentikan kegitan tersebut.
Sulit memang memahami sifat dan karakter orang lain. kecuali kita telah hidup dalam satu ligkungan dan satu space dalam jangka waktu tertntu dan lama. sekian lama aku mengenal dunia sosial yang baru ini maka aku memahami secara obyektif bahwa aku tak bisa memberikan komentar secara langsung terhadap obyek sekitar aku. Inilah karakterku jika aku sudah mengenal saipapun dalam jangka waktu yang lama, sehingga aku memahami satu persatu sifat, karakter, prilaku, tatakrama, kepdulian dll, sulit bagiku untuk mengelurakn satu kekesalan yang sedang aku rasakan secara lisan terhadapnya. Begitupun terhadap orang tuaku, adik, kakak, saudara dan semuanya, jika aku kesal, marah, bahkan benci sekalipun cukup hanya dalam hatiku saja aku berkata, hanya cukup dalam hati saja aku berteriak bahkan hanya cukup dalam hati saja aku menahan semuanya, dan hanya cukup dalam hati saja kemudian aku tuangkan dalam tulisan ini. Sehingga aku bisa berbagi dan berkonsultasi mengenai apa yang sedang aku alami.
kunyalakan laptop yang sejak pukul 21-00 wib aku Shut Down, dan ku gerkaan jari jemariku yang sejak tadi menahan dan membungkam mulutku agar ia tak bersuara mengeluarkan kata-kata yang menganggu aktivitas orang lain. Cukup aku saja yang merasa terganggu, yang walalupun secara jujur dalam hati aku ini perlu ketanangan, keheningan, konsntrasi bahkan aku perlu berkontemplasi untuk mengoreksi diri ini yang dalam keseharianku bisa dibilang banyak kegiatan dan banyak menyita tenaga dan pikiran. Tiba-tiba bioskoppun tutup dengan sendirinya tepat pukul 24-05 wib.
Maka jika bukan tempat dan lingkungan sekitar yang memulihkan kondisiku, dimana lagi. Toh akupun berhak mendapatkan apa yang aku inginkan. Secara psikologis jiwaku bisa dikata sedang tidak nyaman semenjak kupijakan dikosan ini. Terlalu kompleks apa yang melatarbelakanginya. Yang jelas aku singgah disini tidak menemukan ketangan lahir maupun batin.
Karena karakterku seperti ini jadi bebas dong saya menuangkan isi pikiran saya dalam tulisan ini dan inilah salah satu wadah kedau terbaik ku setelah sang illahi. Jadi aku ingin semuanya faham dan mengerti bahwasanya adakalanya diri manusia itu membutuhkan ketangan dalam lingkunganya. Mulai dari sekarang perlu kita berkontemplasi (pasti berpikir) bhwasanya apakah sudah yakin apa yang kita lakukan ini selain nyaman dikita dan nyaman diyang lain, atau sebaliknya kita nyaman dengan apa yang kita lakukan sedang yang laian merasa terganggu dengan apaa yang kita lakukan. Merton mengatakan bahwa dalam dunia sosial itu ketika kita bertindak pasti ada nilai fungsional dan disfungsional. Saya pikir hal inilah yang perlu kita pertimbangkan lagi jauh lebih dalam dan mengakar seperti filsafat jika ingin tahu maka carilah hingga akarnya.
Dan Karena siang tadi aku mendapatkan semangat baru dari sang novelis terkenal Tere Liye, bahwasanya ide untuk kita menulis itu adalah apa yang kita alami sehari-hari maka tuangkanlah ide tersebut dan gerakanlah jari-jemariri kalian untuk menhasilakn kata demi kata agar terbentuk suatu untaian kalimat yang anda inginkan. Dan jangan lupa publishlah karya mu dalam blog, fb, twitter, tumblr dll. Maka jangan heran jika curhatan ku kali ini terpangpang dalam dunia maya.

1 komentar: