Minggu, 20 September 2015

BERGESERANYA NILAI-NILAI SOSIAL



"BERGESERNYA NILAI-NILAI SOSIAL"
By: Muhammad Jandi Al-Farisi
14 juli 2015




Ketika tahun 80, 90 dan hingga akhir tahun 2000an masyarakat kampung cikupa dan sekitarnya masih sangat bersifat tradisional, memegang teguh nilai-nilai kebersamaan baik itu dalam bermasyarakat, berkeluarga, individu dll.  Terutama dalam menjaga tradisi yang di wariskan oleh nenek moyang masyarakat setempat. Kebersamaan ini yang membuat mereka dikenal dengan masyarakat paguyuban oleh perdinan tonnies. Sejak terbentuknya kampung cikupa dan karakter masayarakatnya masih bersifat trdisional, kolot, pemikiran yang terbatas, dll. Ini menyebabkan banyak sekali perkembangan penduduk yang berdatangan. Sehingga lambat laun populasi penduduk kampung cikupa semakin bertambah. Dengan jenis pekerjaan yang homogen yaitu pertanian saja, membuat masyarakat setempat memiliki perbekalan yang cukup dala hal pem,enuhan makanan selama beberra bulan hingga menjelang musim tanam kemabli. 

Ada dua hal yang mengutamakan kebersamaan namun luntur secara perlahan: 

1.    Dari Antena Menuju Parabola (Lokal Ke Global)
dalam proses perubahananya memang banyak sekali pergeseran baik itu yang bersifat evolusi maupun yang bersifat revolusi. Ketika perubahan itu lambat laun hilang maka luntrurlah nilai-nilai sosial yang sudah terjalin puluhan tahun lamanya. Memang cukup disayangkan dengan pergeseran ini banyak sekali moment-moment terntetu yang terlewatkan. Terutama moment menguatkan kembali tali silaturahmi ala masyarakat zaman dahulu. Dahulu terkenal ada alat yang sangat asing bagi masyarakat cikupa dan sekitarnya yaitu pemancar atau penanggkap signal. masyarakat setempat menyebutnya denganistilah radar. Dimana radar tersebut hanya dimiliki oleh satu dua orang saja. Dan biasanya yang mempunyai alat tersebut adalah orang-orang yang sering pulang pergi bermigrasi ke kota, adapula yang memang secara ekonomi mereka berkecukupan, sehingga mereka memilikinya. Sebagai alat yang fungsinya menghibur manusia, Maka televisi sebagai alat audio visualnya dengan kualitas tv yang sangat jadul, besar dengan warnanya hitam putih. Energi yang digunakannya adalah aki yang satu minggu sekali di cas. Karena kekutaan aki tersebut hanya bertahan rata-rata satu minggu dan tergantung pemakaian. Selain aki adapula energi yang dihasilakn dari tenaga matahari, yaitu tenaga surya dan dahulu hanya satu orang saja yang memilikinya. 

Dengan alat tersebut banyak sekali manfaat yang dapat diambil oleh mayarakat pada masa zaman dahulu hingga sekarang. Karena pada dasarnya keberadaan benda tersebut membuat kerukunan antara tetangga semakin baik, hubungan sosial satu kampung bahkan lebih menjadi erat dan wadah tali silaturahmi kian bersemi. Dalam satu malam bisa diperkirakan 20-30 orang itu berjubel dalam satu rumah yang mempunyai televisi tadi. Dengan tayangan-tayangn yang menghibur seperti sinetron tersanjung, kuis komunikata dan sebagainya. keterbatsan  stasion tv yang masih sedikit (tvri, rcti, indosiar dll). Ketika terjadi perkumpulan dimalam hari dirumah pemilik tv sering terjadi interaksi yang sangat intim antara tamu dan pribumi, terkadang saling memberi makanan, saling menasihati, ajang untuk temu saudara dan terkadang sering terjadi konflik akibat terlalu seringnya berkunjung namun tidak mau memberikan bantuan untuk pengisian baterai aki. Maka terjadilah percekcokan. Pertukaran sosial terkadang menjadi sebuah entitas sebagai masyarakat yang masih tradisional. 

Namun, beda halnya dengan kondisi sekarang semakin majunya tekhnologi dan proses globalisasi semakin menjadi hal-hal yang bersifat kolektif kini kian memudar, kebersamaan satu sama lain yang telah tercipta ketika tahun 80 hingga 2000an kini lebur begitu saja. Jarang sekali kita menemukan perkumpulan dalam satu rumah yang sengaja atau tidak disengaja untuk datang kerumah yang mempunyai televisi. Karena proses pergeseran dari yang asalnya lokal menjadi global ini mengakibatkan munculnya karakter masyarakat yang individualistik. Terkadang jika tidak ada keperluan yang sangat penting jarang sekali untuk berkunjung pada satu rumah kerumah yang lainya. Perubahan pemancar atau penangkap signal ini mengakibatkan makin banyaknya pemilik televisi perlahan hampir setiap rumah memiliki dan tidak lagi menggunakan tivi yang berukuran besar, bulat dan warnaya hitam putih. Kini penggunaan parabola semakin menyebar hampiur setiap rumah dari asalnya yang menggunakan antena atau radar beralih menggunakan parabola yang bisa menjangkau berbagai tayangan disetiap televisi dan dapat menangkap berbagai stasion tv nasional bahkan internasional. 

Seiring dengan beralihnya alat-alat hiburan tadi dari asalnya antena berubah mejnadi parabola, dari asalnya tv besar hingga tv yang berukuran slim dan elegan, dari aalnya energi yang menngunakan tenaga AKI dan tenga surya (matahri) kini berubah menggunakan listrik sebagai energinya. Bahakan banyak sekali dampak negatif terhadap dunia sosial masyarakat yang asalnya tradisional kini menjadi global. Wawsan yang semakin meluas namun tidak dibarengi dengan tindakan, pergaulan yang digiplak dari media sosial membuat genreasi muda kampung cilkupa kian lama kian hancur. Kemabli ke awal bahwa perubahan diatas setidaknya membuat masyarakat cikupa memasuki masyarakat yang sangat ada diagruis transisi menuu masyarakat modern atau masyarakat abad dua satu. Sekali lagi bahwa kebersamaan kian hilang komunikasi yang smakin basi, dan interaksi satu sama lain tidak lagi terjadi jika tidak didaari oleh kepentingan yang mendesak. Ya walaupun masih ada beberapa orang yang masih akan diunia sosial. Masyarakat kampung cikupa sekaang jangankan untuk kumpul bareng dengan sesam ibu-ibu atau bapak-bapak anak-anakpun jarang sekali yang bermain secara serentak dalam suyatu area. Inilah dinamika sosial yang terjadi pada msyarakat kampung cikupa yang asalnya msayarakat yang lokal kini berubah menjadi masayarakat yang global Yang didorong oleh kekuatan tekhnologi mutakhir.


2.    Dari Nutu Menjadi Pabrik (Mesin Heler)

Lagi-lagi akibat perkembangan tekhnologi yang semakin cepat berkembang, salah satunya adalah perkembangan atau kemunculan mesin penggilingan padi yang sering disebut dengan istilah heler. Pabrik ini dikapmpung cikupa memang sejak awal tida ada seorangpunm yang mempunyainya. Namun karena informasi dari luar bahwa ada mesin yang memudahkan untuk penumbukan padi menjadi beras maka bergegaslah membeli inovasi terbaru ini. Pada awalnya dikapung sebelah yaitu wa usup yang memilikinya, kemudian disusul oleh ust usep yang memiliki alat pengilaingan padi ini. Namun karena ust usep kekuranagn modal maka usaha tumbuk padi ini tidak bertahan lama dan akhirnya pailit. tersisa wa usup yang ada dikampung mataram, sejak kemunculan alat ini memang tidk terlalu ramai pengunjung yang akan menggiling padinya, karena terlalu mahal biaya untuk penggilaingan padi tersebut. Mereka legih memilih untuk ditumbuk secara tradisional yaitu dengan menggunakan lisung sebagai wadahnya dan halu sebagai alat penumbuknya yang secara keseluruhan alat tradisional ini dinamakan peroses NUTU. Nutu ini bisa dil;akukan secara bersam-sama (2-5 orang bahkan lebih ) atau seorang diri dengan menggukanak lisung yang kecil. 

Proses tumbuk beras dengan menggunkan alat lisung, halu dan saung ini merupakan suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang yang pada intinya selain kita bekerja untuk menumbuk padi yang mengahsilkan beras, biasanya juga menumbuk jagung, gandrung, singkong, wijen dll. Dan ajang untuk saling membantu satu sama lain dengan tindakan gotong royong, bersilaturahmi dan suasan untuk berkumpul sambil berbincang kemana-mana tanpa arah. Inilah suatu mesin tradisonla yang sangat multi fungsi. Selain mengashilkan bahan makanan kemuadia ia juga mengahsilkan alat perekat sosial antara masyarakat satu dengan yang lainya. 

Memasuki tahu 2000an hingga kini sangat langka sekali kita menemukan alat tradisional tersebut disetiap rumah. Bahkan hilang, tergantikan oleh alat yang sangat mudah dalam pengerjaanya ya diganti oleh mesih penggilingan (heler padi). Sebenarnya ini juga mendatangkan beberapa orang yang mau ngaheler namun biasanya mereka hany menyimpan padi dan ditinggalkan begitu saja. Tanpa ditunggu atau sambil menunggu berbincang dengan yang lainya, itu tidak ada. Sedikit sekali manfaat sosial yang dihasilkan sebgai bentuk alat menumbuk sekaligus wadah untuk ajang silaturahmi dll yang bersifat kebersamaan. 

Biasanya, ketika pagi-pagi terdengar dug-dug suara yang sedang menumbuk padi, terkadang terdengar di sore hari bahakn disisang hari. Banyak juga perkumpulan ayam yang sedang memangsa padi dan beras yang berjatuhan. Diseklilingnya ada ibu-ibu atau anak-anak yang sedang bermain. Namun, Sekarang tergantikan dari pagi hingga jam 16:00 sore suara gemuruh tanpa henti yang dikelurkan oleh mesin penggilingan.{}


0 komentar:

Posting Komentar